PEMUNGUTAN SUARA ULANG: Solusi atau Masalah?
- calendar_month Ming, 1 Jun 2025
- visibility 1.148
- comment 0 komentar
Oleh: SUPRIATMO LUMUAN
Ketua KPU Kab. Banggai Kepulauan periode 2023-2028
Beberap waktu lalu, Mahakamah Konstitusi memerintahakan dilaksanakan PSU di 24 daerah. Kalau kita membaca 24 putusan Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan dilaksanakan PSU, Maka kita bisa mengklaster tiga tahapan penting dalam pilkada yang menjadi penyebab objek sengketa. Partama, Tahapan pencalonan. Masalah di Tahapan ini, adalah soal syarat ijazah, syarat masa periode, serta syarat terpidana yang belum memenuhi masa iddahnya. Ada dua belas daerah yang masuk klaster pertama, yaitu: Kab. Parigi Moutong, Kab. Banjar Baru, Bengkulu Selatan, Kab. Boven Digoel, Kab. Empat Lawang, Kab. Gorontalo Utara, Kab. Kutai Kartanegara, Kab. Pasaman, Kab. Pesawaran, Kab. Tasikmalaya, Kota Palopo, dan Prov. Papua
Kedua, Tahapan Kampanye. Masalah di tahapan ini, adalah soal Politik uang serta ketelibatan aparatur negara: baik ASN maupun kepala desa dalam masa kampanye. Yang masuk klaster ini, ada lima daerah, yaitu: Kab. Banggai, Kab. Bangka Barat, Kab.Kepulauan Talaud, Kab. Mahakam ulu, dan Kab. Serang. Ketiga, Tahapan Pungut Hitung. Masalah di tahapan ini adalah soal pengguna hak pilih yang tidak bersyarat, serta adanya orang yang menggunakan hak pilih orang lain. Ada tujuh daerah yang masuk klaster ini, yaitu: Kab. Barito Utara, Kab. Bungo, Kab. Buru, Kab. Magetan, Kab. Siak, Kab. Taliabo, dan Kota Sabang.
Dari data diatas menunjukkan, bahwa tiga tahapan ini menjadi sangat penting dalam menentukan kualiats sebuah kontestasi. Pelanggaran di tiga tahapan kunci ini, kemudian menurut Mahkamah Konstitusi menjadi penyebab tidak murninya suara rakyat. Perintah dilaksnakannya PSU adalah bagian dari upaya Mahkamah Konstitusi menghadirkan keadilan bagi para pihak yang bersengketa.
Secara konseptual pemungutan suara ulang, sejatinya adalah Upaya melakukan koreksi terhadap seluruh proses dan menaknisme yang di langgar saat tahapan berlangsung. Namun, faktanya pemungutan suara ulang, menjadi seperti babak “tambahan Waktu” Bagi para kontestan untuk melakukan pertarungan ulang. Kondisi ini kemudian menjadi penyebab semakin bar-barnya pertarungan politik. Putusan terbaru Mahkamah konstitusi tentang sengketa jilid II Kab. Barito Utara mengkonfirmasi fakta itu. Putusan yang mendiskualifikasi semua paslon di Kab. Barito Utara akibat terbuktinya kedua paslon menggunakan politik uang secara luar biasa, dengan nominal yang fantastic adalah “kecelakaan demokrasi” yang fatal. PSU tidak di jadikan sebagai instumen instropeksi atas kesalahan, namun dijadikan sebagai “kesempatan kedua” untuk memenangkan partarungan. Sehingga, semua paslon akan menggunakan segala cara memenangkan partarungan.
Dari fakta pelaksanaan PSU tersebut, kemudian muncul pertanyaan kritis: apakah PSU memberi Solusi atau membuat masalah baru?. Pertanyaan ini,wajib di jawab oleh semua elemen bangsa, sebagai reaksi atas fenomena PSU yang semakin mengkhawatirkan masa depan demokrasi kita. Bangsa ini harus mampu mengeroksi seluruh lekuk dan detail kontestasi, agar kedepan kita punya harapan, bahwa pilkada yang di biayai dengan anggaran yang besar, mampu menghasilkan keadaban politik yang berkualitas.
Momentum Revisi Undang-Undang Pemilu/Pilkada
Rencana merevisi undang-undang pemilu/pilkada, adalah momentum untuk mengatur seluruh proses dan mekanisme pilkada dengan baik. Kalau kita membaca semua Putusan MK yang memerintahkan dilaksnakannya PSU, pemohon tidak mempersoalkan hasil “hitungan KPU”. Namun, semua Pemohon mempersoalkan proses yang bermasalah dan berimpilkasi pada hasil. Oleh sebab itu, momentum revisi Undang-undang Pemilu/pilkada, harus dimanfaatkan oleh pembuat undang-undang untuk memperbaiki seluruh tahapan-tahapan krusial, yang berpotensi bermasalah. Semua tahapan yang punya potensi masalah, harus diatur setiap lekuknya secara detail, agar potensi masalah bisa diprediksi dan di cegah. Oleh sebab itu, menurut saya sangatlah relevan apa yang disampaikan oleh Adam Przeworski (1991) yang merumuskan demokrasi secara minimalis sebagai ”sistem pelembagaan ketidakpastian atau rezim yang dari segi ketentuan predictable, tetapi dari segi hasil pemilihan tidak Dari sinilah muncul rumusan demokrasi sebagai predictable procedures but unpredictable results (Kompas,14 Februari 2019). Artinya semua proses kontestasi harus mampu diprediksi, masalah setiap tahapan harus mampu diurai secara maksimal. Kemampuan mengurai masalah-masalah krusial setiap tahapan pilkada, adalah bagian dari Upaya memperbaiki kualitas pilkada kita. Sehingga, momentum revisi undang-undang pemilu/pilkada harus melibatkan semua stekholder, agar nantinya undang-undang yang dibuat, mampu secara komprehensif menjawab seluruh masalah yang terjadi.
Muhasabah Politik Nasional
Banyaknya putusan mahkamah konstitusi yang memerintahkan dilaksanakannya PSU di berbagai daerah, menunjukkan bahwa harus ada koreksi yang lebih progresif soal pelaksanaan pilkada kita. Momentum saat ini harus jadi instrument muhasabah politk nasional, setiap komponen bangsa bertanggung jawab memperbaiki kontestasi sesuai kewenangan yang dimiliki. Kita telah memulai pilkada langsung sejak tahun 2005, harusnya kita lebih berani mengubah budaya politik kita kearah yang lebih baik.
Semua komponen dalam pilkada baik itu, Elit politik (kontestan), penyelenggara pemilu, dan pemilih (Masyarakat) harus mampu mengintropeksi diri untuk menghadirkan politik yang berkualitas dan bermartabat. Kesadaran ini penting, agar setiap komponen bangsa menyadari bahwa memperbaiki kontestasi pilkada harus menyeluruh tidak bisa serampangan.
Kesalahan akibat banyaknya pelanggaran, tak boleh hanya di timpahkan pada penyelengara pemilu, karena kesadaaran untuk jujur soal ijazah dan soal masa iddah terpidana, itu harus lahir dari para kontestan. Tidak melakukan politik uang, dan menggunakan aparatur negara dalam kampanye, juga harus lahir dari kesadaran para kontestan. Tidak menggunakan hak pilihnya secara sembarangan, serta iman politik yang kuat untuk menolak politik uang, juga harus lahir dari kesadaran pemilih yang cerdas. Oleh karena itu, sudah saat semua komponen bangsa Bersatu menyelamatkan masa depan demokrasi. Menyelamatkan masa depan demokrasi sama dengan menyelamatkan masa depan bangsa. Semoga pelaksanaan pilkada berikutnya semakin baik dan berkulitas. Aamiin
- Penulis: Supriatmo Lumuan
- Editor: Tatandak.id
Saat ini belum ada komentar