Perusda Bangkep: Kapal Besar yang Tak Kunjung Berlayar
- calendar_month Ming, 1 Jun 2025
- visibility 811
- comment 0 komentar
Oleh: HENDRO ARIBOWO
Di tengah limpahan kekayaan alam dan budaya Banggai Kepulauan, kita dihadapkan pada ironi yang menyesakkan. Potensi melimpah, tapi Pendapatan Asli Daerah (PAD) jalan di tempat. Kita memiliki laut yang luas, tanah yang subur, dan daya tarik wisata yang memukau, tapi tetap saja kita bergantung pada sumber pemasukan yang itu-itu saja. Di tengah situasi ini, satu pertanyaan mendesak harus diajukan “ke mana arah Perusda Bangkep?”.
Perusahaan Daerah (Perusda) sejatinya dibentuk untuk menjadi motor penggerak ekonomi lokal. Ia bukan sekadar lembaga formal yang mengisi struktur birokrasi, melainkan seharusnya menjadi mesin bisnis daerah yang berani, lincah, dan inovatif. Tapi realitasnya, Perusda justru tampak nyaman berada di zona aman. Tidak terlihat geliat agresif untuk menjelajahi peluang usaha, tidak terasa denyutnya di tengah rakyat. Jika begini terus, jangan sampai BUMDes yang baru belajar justru lebih bernyali daripada Perusda yang sudah lebih dulu berdiri.
Bangkep punya segalanya yakni hasil laut yang bernilai ekspor, lahan pertanian dan perkebunan yang belum tergarap optimal, budaya dan wisata yang bisa menjaring ribuan pengunjung. Tapi semua itu tidak akan berubah menjadi nilai ekonomi kalau kita hanya duduk di balik meja rapat, menunggu datangnya investor, atau sekadar menyusun wacana tahun demi tahun.
Ombak peluang sudah datang berkali-kali, tapi Perusda seperti kapal besar yang enggan berlayar. Apakah kita hanya akan jadi penonton atas kekayaan kita sendiri? Menyaksikan pihak luar yang memanen hasil, sementara kita hanya menggenggam potensi?
Perusda harus bertransformasi dari lembaga pasif menjadi entitas bisnis sejati. Tidak cukup hanya mengelola yang ada. Perusda harus berani mencari yang belum terlihat. Turun ke lapangan, temui nelayan, petani, pelaku UMKM, penenun, pemandu wisata. Lihat dengan mata rakyat, bukan dari lembaran PowerPoint di ruang rapat.
Jika Perusda hanya menjadi tempat parkir politik atau “hadiah jabatan,” maka selamanya kita akan tertinggal. Karena bisnis tidak mengenal belas kasihan, ia butuh keberanian, kreativitas, dan kerja keras.
Pendapatan Asli Daerah bukan semata angka di laporan keuangan. Ia adalah cerminan martabat kita sebagai daerah. Meningkatkan PAD berarti mengurangi ketergantungan. Itu berarti memberi ruang bagi kebanggaan, bahwa kita bisa berdiri di atas kaki sendiri. Anak-anak Bangkep kelak pantas merasa bangga, bukan karena warisan kekayaan alam, tapi karena warisan keberanian kita mengelola dan menghidupkannya.
Jangan sampai sepuluh tahun ke depan, kita hanya bisa berkata, “Kita pernah punya peluang besar, tapi tak pernah cukup berani untuk mengambilnya.”
Yang kita butuhkan sekarang adalah Perusda yang tidak hanya paham laporan keuangan, tapi juga bisa membaca arah angin pasar. Yang tidak hanya hadir dalam acara seremoni, tapi juga hadir di tengah pelaku ekonomi rakyat. Perusda yang menjadi tulang punggung, bukan beban.
Inilah waktunya untuk berubah. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?
- Penulis: Hendro Aribowo
- Editor: Tatandak.id
Saat ini belum ada komentar